Pelajar NU Pasean - Tayangan di salah satu program Trans7 baru-baru ini menuai kecaman keras dari kalangan pesantren. Pasalnya, isi siaran tersebut dinilai melecehkan tradisi santri dan menyinggung kehormatan para kiai, terutama yang disebut-sebut berasal dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Sebagai Ketua PAC IPNU Pasean, saya merasa terpanggil untuk bersuara. Ini bukan hanya soal konten televisi, tapi tentang marwah pesantren yang selama ini menjadi benteng moral bangsa. Tradisi menghormati kiai, adab santri terhadap guru, dan kehidupan sederhana di pesantren bukan bahan candaan yang bisa dijadikan hiburan publik.
Kita, para pelajar NU, tumbuh dalam suasana di mana ngaji dan ngabdi adalah bagian dari ibadah. Ketika ada media besar seperti Trans7 yang menggambarkan pesantren dengan nada sinis dan seolah-olah penuh ketertinggalan, itu sama saja menodai perjuangan para ulama dan santri yang telah mencerdaskan bangsa jauh sebelum era digital datang.
Saya menilai, permintaan maaf yang dikeluarkan Trans7 hanyalah langkah awal. Tapi tidak cukup. Luka batin umat tidak akan sembuh hanya dengan selembar surat klarifikasi. Harus ada tindakan nyata - evaluasi redaksi, dialog terbuka dengan pihak pesantren, dan komitmen untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.
Kami di IPNU Pasean akan terus mengawal isu ini. Karena bagi kami, membela kiai dan pesantren bukan sekadar sikap emosional - ini adalah panggilan nurani, panggilan santri. Kami tidak anti kritik, tapi kami menolak keras penghinaan yang dibungkus dengan istilah “kebebasan berekspresi.”
Pesantren adalah pusat peradaban, bukan objek ejekan. Para kiai adalah guru bangsa, bukan bahan lelucon di layar kaca. Dan kami, para santri, tidak akan pernah diam ketika kehormatan itu diinjak.
